Perkembangan kesenian burok


             Kesenian Burok Cirebon adalah salah satu kesenian pagelaran, khususnya daerah pantura perbatasan sisi barat Jawa Tengah sampe pantura Jawa Barat sekitar kabupaten-kabupaten Brebes, Cirebon dan Indramayu. Pagelaran kesenian Burok ini mirip pegelaran kesenian Barongsai, yang membedakannya adalah kalau Barongsai memakai wujud hewan utama naga, sedangkan Burok itu memakai wujud hewan utama kuda bersayap dengan kepala putri cantik yang rambutnya panjang. Wujud hewan pengiring lainnya dalam kesenian burok yaitu Singa atau juga dikenal Sisingaan atau Singa Gotong atau Gotong Singa atau Singa Barong merupakan seni pertunjukan yang terpisah dengan Seni Burok. Kini, segala jenis binatang bahkan rupa-rupa “dedemit” ramai-ramai mengiringi burok. Kesenian burok sampai kini masih tetap exist di Kabupaten Cirebon, 

Sejarah Kesenian Burok Kesenian Burok khas Cirebon pertama kali di perkenalkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga untuk mengajak masyarakat kumpul-kumpul sekalian untuk memberikan dakwah agama Islam. Jadi sama saja seperti kesenian wayang, Kesenian Burok Cirebon Adalah sarana pembuka untuk saling bersilaturahmi. Burok khas Cirebon dibuat dengan rupa wajah wanita cantik dan dipakaikan kerudung. Mungkin karena dulunya digunakan untuk kebutuhan dakwah, kepala burok dipakaikan kerudung. Pementasan Seni Burok Kesenian Burok Cirebon biasanya di laksanakan di tempat yang luas atau diarak keliling kampung. Kesenian Burok Cirebon menggunakan iringan musik tradisional antara lain : gitar, beduk, kendang, kencer juga gitar bas. Kini sudah dimodifikasi dengan musik pengiring modern yaitu musik Tarling Dangdut. Dengan iringan musik khas pantura ini, burok berlenggak-lenggok mengikuti irama. BudayaSeni


Orang cirebon dan sekitarnya seperti Indramayu, Kuningan, dan Majalengka (Ciayumajakuning), mungkin tidak asing lagi dengan kesenian yang satu ini. Dengan pemeran utma berupa kud semberani berparas wanita cantik, ya, tidak lain adalah Kesenian Burok Cirebon.Hemm, meskipun sudah tidak lagi asing dimata dan telinga, namun soba sekalian mengetahui atau tidak asal usul dan sejarahnya bagaimama awal mula adanya kesenian tersebut? Berikut ulusan mengenai kesenian burok khas Cirebon kami sajikan, simak artikel dibawah ini guys.

Kemunculan seni Burokan berdasarkan tuturan para senimannya berawal dari sekitar tahun 1934 seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama abah Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Buroq. Di samping itu dalam beberapa kesaksian orang-orang di Cirebon, selain dalam cerita rakyat,
 masyarakat Cirebon dikenalkan pula sosok Buroq ini dalam lukisan-lukisan kaca yang pada waktu itu cukup popular dan dimiliki oleh beberapa anggota masyarakat di Cirebon.

Lukisan kaca tersebut berupa Kuda sembrani (bersayap) dengan wajah putri cantik berwajah putih bercahaya. Pendek kata orang Cirebon tak merasa asing terhadap figur Buroq ini. Maka Kalil melalui kreativitasnya melahirkan sebuah Badawang baru yang diberinama Buroq, sementara keseniannya diberi nama seni genjring Buroq. Di dalam perkembangannya dari Kalil sampai generasi keempat seni Genjring Buroq semakin digemari masyarakat, bahkan tersebar ke pelbagai daerah di luar Cirebon, seperti Losari, Brebes, Banjarharjo, Karang Suwung, Ciledug, Kuningan, dan Indramayu. Dewasa ini Burokan yang menonjol adalah Genjring Burok Gita Remaja dari desa Pakusamben yang dipimpin Mustofa (bukan keturunan Kalil) sejak 1969 sampai sekarang

Pertunjukan Burokan biasanya dipakai dalam beberapa perayaan, seperti Khataman, Sunatan, perkawinan, Marhabaan dll. Biasanya dilakukan mulai pagi hari berkeliling kampung di sekitar lokasi perayaan tersebut. Adapun boneka-boneka Badawang di luar Buroq, terdapat pula boneka Gajah, Macan, dll. Di mana sebelumnya disediakan terlebih dahulu sesajen lengkap sebagai persyaratan di awal pertunjukan. Kemudian ketua rombongan memeriksa semua perlengkapan pertunjukan sambil membaca doa. Pertunjukan dimulai dengan Tetalu lalu bergerak perlahan dengan lantunan lagu Asroqol (berupa salawat Nabi dan Barzanji).


Rombongan pertunjukan masih berjalan ditempat, setelah banyak masyarakat yang datang rombongan mulai bergerak dan semakin lama semakin meriah karena masyarakat boleh turut serta menari berbaur dengan para pelaku, sementara kalau dalam acara khitanan, anak sunat dinaikan ke atas Burok dengan pakaian sunat lengkap dan nampak dimanjakan. Sementara anak-anak desa yang ingin naik boneka-boneka Gajah, Macan, Kuda, Kera, dll. Dipungut uang antara Rp. 500-1000,-.

Pada saat arak-arakan, lagu-lagupun berubah tidak lagi lagu Asroqol tetapi lagu-lagu tarling, dangdutan, Jaipongan, seperti Limang Taun, Sego Jamblang, Jam Siji Bengi, Sandal Barepan, Garet Bumi, Sepayung Loroan, Kacang Asin, Tilil Kombinasi, bahkan lagu-lagu yang sedang popular, misalnya Pemuda Idaman, Melati, Mimpi Buruk, Goyang Dombret dll. Sepanjang pertunjukan Burokan, tetap boneka Buroq lebih menarik, rupanya yang cantik, 

Komentar